Bengkulu Tengah,klikinfoberita.com – Sebuah video yang menampilkan tindakan kontroversial dari seorang oknum kepala desa di Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Tengah, menjadi viral di media sosial dan mendapat sorotan luas. Dalam video tersebut, sang kepala desa secara terang-terangan menyebut nomor urut salah satu pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati dalam pidatonya.
Tindakan ini memicu kritik tajam dari berbagai kalangan yang menilai kepala desa tersebut melanggar etika serta aturan yang mengikat seorang pejabat desa. Hal ini dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pasal 29 huruf (g) dalam UU tersebut dengan jelas menyatakan larangan bagi kepala desa untuk terlibat dalam pengurusan partai politik, sementara huruf (j) menyatakan bahwa kepala desa dilarang terlibat dalam kampanye pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah dalam bentuk apa pun.
Menyebut nomor urut paslon dalam pidato publik ini dinilai sebagai bentuk ketidakpatuhan terhadap peraturan, yang berpotensi mempengaruhi persepsi atau preferensi masyarakat terhadap pasangan calon tertentu.
Reaksi Negatif dari Masyarakat dan Warganet
Kejadian ini memicu reaksi negatif, baik dari masyarakat lokal maupun warganet. Banyak pihak yang mengecam tindakan kepala desa dan menilai bahwa kepala desa seharusnya netral, khususnya pada periode pemilihan kepala daerah yang sensitif.
“Kepala desa adalah panutan masyarakat, harusnya menjaga netralitas, bukan malah ikut berpolitik praktis,” ujar seorang warga setempat yang enggan disebut namanya.
Di media sosial, berbagai tagar terkait insiden ini bermunculan, dan banyak warganet yang mendesak agar diambil tindakan tegas terhadap oknum tersebut. Mereka khawatir, ketidaknetralan aparatur desa bisa mencederai demokrasi yang sedang berjalan di Kabupaten Tengah, terutama menjelang pemilihan bupati dan wakil bupati.
Seruan untuk Transparansi dan Integritas Aparatur Desa
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan integritas aparatur desa dalam menjaga kepercayaan masyarakat. Sebagai ujung tombak pelayanan publik, aparatur desa dianggap netral dan tidak berpihak dalam urusan politik praktis.
Pengamat politik lokal menyatakan kekhawatirannya bahwa jika tindakan ini dibiarkan tanpa sanksi, bisa berakibat buruk bagi pejabat desa di wilayah lain. Para pengamat berharap pemerintah daerah segera menyelidiki dan menegakkan peraturan yang ada agar tindakan serupa tidak terulang.
Dalam konteks demokrasi yang sehat, peran aparat desa sangat krusial dalam memberikan contoh yang baik, sehingga masyarakat dapat menentukan pilihan mereka dengan bebas dan tanpa tekanan dari pihak mana pun.
Masyarakat pun berharap agar kejadian ini menjadi perhatian pemerintah, sehingga integritas pejabat publik dapat terus terjaga demi terciptanya pemilu yang adil, transparan, dan bebas dari intervensi.