Penggunaan Outsourcing di OPD Bengkulu Tengah Tanpa Laporan Resmi, Disnakertrans: Kami Tidak Pernah Dilibatkan

oleh -18 Dilihat
oleh
Tak pernah kordinasi:Sejumlah OPD Bengkulu Tengah gunakan tenaga outsourcing tanpa koordinasi Disnakertrans. Minimnya pengawasan dikhawatirkan langgar aturan ketenagakerjaan dan rugikan pekerja. Regulasi dan transparansi jadi tuntutan utama.-foto:An/klikinfoberita.com.

KLIKINFOBERITA.COM,-Sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkulu Tengah diketahui telah mulai memanfaatkan sistem outsourcing untuk mengisi kekosongan tenaga non-ASN. Namun yang mengejutkan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) setempat mengaku tidak pernah menerima laporan resmi terkait penggunaan sistem tersebut.

Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar, mengingat pelaksanaan sistem outsourcing semestinya berada di bawah pengawasan langsung Disnakertrans, sebagaimana diatur dalam regulasi ketenagakerjaan nasional. Pengawasan ini sangat penting untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku serta menjamin perlindungan hak-hak tenaga kerja.

Kepala Disnakertrans Bengkulu Tengah, Tarmizi, M.Psi., Psikolog, menegaskan bahwa pihaknya sama sekali belum mendapatkan informasi resmi mengenai keberadaan tenaga outsourcing di OPD mana pun.

“Kami tidak mengetahui tentang outsourcing karena tidak ada laporan kepada kami, baik dari pihak perusahaan penyedia jasa maupun dari OPD yang menggunakan tenaga outsourcing. Jadi, kami tidak tahu OPD mana saja yang sudah menggunakan sistem ini,” jelas Tarmizi saat dikonfirmasi.

Lebih lanjut, Tarmizi menyatakan bahwa setiap pelaksanaan outsourcing seharusnya wajib dilaporkan ke Disnakertrans sebagai dasar pengawasan. Hal ini mencakup status hubungan kerja, jaminan sosial, hingga aspek kesejahteraan para pekerja.

Ia mengungkapkan bahwa penggunaan jasa outsourcing di beberapa OPD dilakukan secara mandiri, tanpa adanya koordinasi dengan dinas terkait. Beberapa posisi seperti petugas keamanan malam, sopir, hingga cleaning service disebut direkrut melalui sistem outsourcing karena terbentur larangan rekrutmen tenaga honorer.

“Dari informasi yang saya dapat, OPD-OPD tersebut mengambil kebijakan sendiri karena rekrutmen honorer sudah tidak diperbolehkan. Tapi outsourcing seperti ini tetap harus melalui prosedur yang benar dan dalam pengawasan,” tegasnya.

Tarmizi memperingatkan bahwa pola seperti ini berisiko menimbulkan persoalan hukum dan ketenagakerjaan di kemudian hari. Menurutnya, pelaksanaan outsourcing seharusnya dilakukan secara terpusat dan terencana, dimulai dari tahapan perencanaan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).

“Sebaiknya dilakukan melalui satu pintu dan terencana. Dimulai dari perencanaan di Bappeda, kemudian didiskusikan bersama Disnakertrans dan bagian hukum agar sesuai aturan dan tidak menimbulkan masalah. Bisa jadi, Bappeda pun belum menerima laporan mengenai ini,” imbuhnya.

Fenomena ini menggarisbawahi pentingnya regulasi yang lebih tegas, sistem pelaporan yang transparan, serta koordinasi lintas OPD dalam pelaksanaan outsourcing di lingkungan pemerintah daerah. Tanpa pengawasan ketat, kebijakan outsourcing yang seharusnya menjadi solusi justru berpotensi menimbulkan persoalan baru.

Penggunaan outsourcing memang menjadi salah satu alternatif dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja non-ASN. Namun, tanpa pengaturan dan pengawasan yang memadai, praktik ini rawan menyalahi aturan dan bisa merugikan para pekerja yang menjadi ujung tombak pelayanan publik.

 

 

 

Alaku

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.