Akademisi dan Pengamat Politik Sepakat: Tunjangan Pensiun Anggota DPR RI Harus Dihapus

oleh -28 Dilihat
oleh
Gedung DPR RI/klikinfoberita.com.

KLIKINFOBERITA.COM,-Sejumlah akademisi dan pengamat politik sepakat bahwa tunjangan pensiun anggota DPR RI merupakan pemborosan anggaran negara yang tidak adil, terutama di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang masih menghadapi tantangan besar dalam mendapatkan pekerjaan layak. Mereka mendesak pemerintah dan DPR untuk segera menghapus skema pensiun anggota legislatif tersebut demi efisiensi anggaran dan keadilan sosial.

Insan Praditya Anugrah, pengamat politik dan pemerintahan dari Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Terbuka, menegaskan bahwa pemberian tunjangan pensiun anggota DPR adalah pemborosan pajak rakyat. “Negara sedang berhemat, sementara rakyat kesulitan memperoleh pekerjaan yang layak. Tidak adil jika hasil pajak dipakai untuk membiayai pensiun seumur hidup anggota DPR yang hanya bekerja lima tahun,” ujarnya. (4/10/2025).

Menurut Insan, skema ini bertentangan dengan semangat efisiensi anggaran dan ketimpangan sosial yang semakin melebar. Ia juga mengajak pemerintah melakukan evaluasi besar-besaran terhadap seluruh hak keuangan pejabat negara, termasuk direktur dan komisaris BUMN, staf ahli, dan tenaga khusus yang sering mendapatkan hak keuangan jauh di atas rata-rata masyarakat.

Insan menyoroti beban APBN yang tidak hanya berasal dari pensiun anggota DPR, tetapi juga dari gaji dan tunjangan pejabat tinggi negara lain. “Hak keuangan direktur dan komisaris BUMN bisa mencapai 10-25 kali Upah Minimum Provinsi (UMP). Selain itu, banyak jabatan staf ahli dan staf khusus yang cenderung jadi bentuk balas jasa politik tanpa kontribusi nyata,” jelasnya.

Pengamat Komunikasi Politik: Skema Pensiun DPR Tidak Adil dan Tidak Efisien

Erik Ardiyanto, pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, menambahkan bahwa skema dana pensiun anggota DPR tidak hanya memberatkan anggaran negara secara jangka panjang, tetapi juga menimbulkan ketimpangan sosial. “Di tengah reformasi birokrasi dan efisiensi anggaran, skema pensiun seumur hidup bagi anggota legislatif sangat tidak sejalan dengan prinsip keadilan,” katanya.

Ia menekankan, “Anggota DPR yang menjabat selama lima tahun saja sudah mendapat tunjangan pensiun seumur hidup, sementara jutaan pekerja lain harus bekerja puluhan tahun untuk bisa mendapatkan jaminan hari tua yang layak.

Erik berharap anggota DPR bisa menjadi contoh dalam penghematan anggaran dengan merevisi dan menghapus hak-hak istimewa yang berlebihan, bukan mempertahankannya demi kepentingan pribadi.

Menanggapi polemik ini, psikolog Lita Linggayani Gading bersama advokat Syamsul Jahidin telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus hak pensiun anggota DPR. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 176/PUU-XXIII/2025 dan menyoal Pasal 1a, Pasal 1f, dan Pasal 12 dalam UU Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan serta Anggota Lembaga Tinggi Negara.

Lita dan Syamsul berargumen bahwa hak pensiun seumur hidup bagi anggota DPR tidak sesuai dengan prinsip keadilan sosial dan kondisi ekonomi saat ini, serta membebani APBN secara tidak proporsional.

Perdebatan mengenai penghapusan tunjangan pensiun anggota DPR RI semakin menguat di tengah tekanan kebutuhan efisiensi anggaran negara dan keadilan bagi rakyat banyak. Para akademisi, pengamat, dan praktisi hukum sepakat bahwa skema ini harus segera direvisi atau dihapus agar anggaran negara bisa dialihkan untuk kepentingan yang lebih produktif dan masyarakat umum yang membutuhkan.

 

 

Alaku

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.