KLIKINFOBERITA.COM, – Dalam perjuangannya melawan penindasan kerajaan Belanda di tanah jawa Sentot Prawirodirdjo akhirnya dibujuk Belanda untuk meletakkan senjata pada tahum 1829 dan dikirim ke Sumatera Barat untuk melawan pemberontakan para ulama dalam Perang Padri. Namun itu semua tidak lain merupakan strategi yang monumental yang dimanfaatkan Sentot dalam upaya mendapatkan persenjataan dari kerajaan Belanda, untuk digunakan dalam membantu perjuangan Tuanku Imam Bonjol melawan penjajahan Belanda dan Kaum Adat dipimpinan oleh Yang Dipertuan Pagaruyung waktu itu Sultan Alam Bagagarsyah dalam Perang Padri.
Jika mengenal benteng Marlborough di Bengkulu tentu selalu ingat pula tentang tempat penahanan tokoh panglima perang tanah Jawa Sentot Ali Basyah. Di dalam benteng buatan Inggris kokoh tanpa beton bertulang dan dinding yang dingin itu dibuat tahun 1713. Terdapat sebuah ruangan sang legenda Sentot tinggal selama masa pembuangan. Benteng Marlborough merupakan benteng kedua setelah Benteng York yang dibangun Inggris selama menguasai Bengkulu. Inggris masuk ke Indonesia karena tertarik dengan rempah-rempah, dan hanya menguasai sebagian Sumatra tahun 1685.
Sebenarnya sangat lama Inggris menguasai Bengkulu dan sempat terjadi perselisihan dengan penduduk setempat. Huru-hara itu berupa aksi protes penduduk Bengkulu karena monopoli hasil bumi. Sebagian benteng dirusak dan dibakar. Aksi anarkis ini membuat banyak warga inggris kabur meninggalkan Bengkulu menuju Batavia. Baru lima tahun kemudan pada 1724, Inggris masuk kembali ke tanah Bengkulu. Semua perjanjian dengan raja-raja di Bengkulu diperbaiki dan sama-sama menguntungkan. Hingga akhirnya Inggris meninggalkan Bengkulu tahun 1825 melaui perjanjian dengan Belanda. Yaitu Bengkulu ditukar dengan kerajaan Tamasek ( Singapura) yang sebelumnya dikuasai Belanda.
Sementara itu di tanah jawa, di periode tahun 1825-1830 itu terjadi letusan perang yang dasyat. Perang Diponegoro ini merupakan salah satu babak terbesar yang dihadapi Belanda. Pada saat itu, Pangeran Diponegoro melakukan perlawanan secara gerilya. Begitu pula dengan para pengikutnya yang melakukan hal serupa di daerah-daerah perlawanan yang berbeda.
Dari banyak tokoh pengikut Pangeran Diponegoro itu ada nama Sentot Ali Basyah. Sentot Alibasyah Abdulmustopo Prawirodirdjo dilahirkan pada tahun 1809 putra dari Raden Ronggo Prawirodirdjo, Bupati Montjonegoro Timur dengan salah seorang selir. Ibu dari Raden Ronggo puteri dari Hamengku Buwono I. Jadi hubungannya sama dengan Pangeran Diponegoro, yaitu buyut dari Hamengku Buwono I. Setelah Raden Ronggo Prawirodirdjo yang sangat keras terhadap Belanda itu wafat, Sentot muda diboyong ke kraton Yogjakarta. Pertama kali bergabung dengan pasukan Diponegoro di Gua Selarong pada Agustus 1825 di usia 17 tahun.(**)