oleh -623 Dilihat
oleh
Bupati Cianjur, Arya Wiratana dan masyarakat Cianjur pada tahun 1707

KLIKINFOBERITA.COM – Tahun 1707, Van Hoorn membagikan bibit kopi kepada para kepala daerah pribumi di sepanjang pantai Batavia sampai Cirebon. Ternyata di dataran rendah percobaan itu tidak terlalu berkembang.

Penanaman lalu dialihkan ke dataran yang lebih tinggi, yakni ke perbukitan di Karawang. Setelah itu, mulai menyebar ke daerah yang lebih tinggi lainnya di daerah Priangan, dan hasilnya jauh lebih baik.

Alaku

Bupati Cianjur, Arya Wiratana, mulai menyetor untuk pertama kalinya hampir lima puluh kilogram atau sekitar seratus pon kopi ke gudang VOC pada 1711. Ia memperoleh harga sebesar 50 gulden per pikul, dengan catatan bahwa saat itu 1 pikul sama dengan 125 pon.

Harga yang cukup lumayan, meskipun sangat sedikit dibanding dengan harga yang tercatat di pasar Belanda.Enam tahun setelah diberlakukannya Sistem Priangan, VOC menjadi produsen kopi terpenting.

Mereka menguasai setengah sampai tiga perempat perdagangan kopi di dunia, dan setengahnya dihasilkan dari Priangan barat, yakni Kabupaten Cianjur.Keuntungan besar ini membuat VOC semakin gila.

Mereka lagi-lagi memberlakukan kebijakan yang semakin mencekik para petani. Secara sewenang-wenang mereka menurunkan harga produk mentah kopi di Batavia dari 50 menjadi 12 gulden per pikul.

Mereka juga mulai memperkenalkan sistem pikul dan harga yang licik dengan membedakan antara pikul gunung dengan pikul Batavia.

Untuk per pikul gunung beratnya 102 kg, sementara pikul Batavia seberat 56 kg. “Para produsen dipaksa menyerahkan jumlah kopi yang ditentukan dalam ukuran pikul gunung tapi menerima pembayaran dalam jumlah pikul Batavia yang sama.

Perbedaan berat dijelaskan sebagai biaya pengeringan selama transportasi dari daerah-daerah pergunungan ke gudang-gudang Batavia,” Hal ini membuat para petani melakukan sejumlah perlawanan.

Mula-mula mereka melarikan diri dari daerahnya agar terbebas dari beban kerja yang ditimpakan, meskipun langkah tersebut sangat berat karena para bupati memperluas daerah wajib penanaman dan mengerahkan rakyat untuk bekerja.Satu kasus bahkan mencuat saat kondisi semakin gawat: bupati Cianjur tewas dibunuh.

Ia menjadi satu-satunya menak di Priangan yang dibunuh bawahannya saat diberlakukannya Preangerstelsel. beberapa versi tentang peristiwa ini. Pertama, bupati dibunuh oleh seorang pria yang cemburu, dan versi kedua ia dibunuh oleh bawahannya yang terlilit hutang.

Namun, yang lebih mengkhawatirkan bagi VOC bukan kasus pembunuhan tersebut, melainkan perlawanan tidak langsung yang dilakukan oleh para petani yang muak dengan sistem penanaman kopi.

Saat VOC bangkrut di pengujung abad ke-18, pemerintah kolonial melanjutkannya dengan memberlakukan cultuurstelsel atau sistem tanam paksa mulai tahun 1830 dengan perluasan komoditas.

Dan penderitaan rakyat Priangan terus berlanjut sampai diberlakukannya undang-undang agraria pada 1870, yang membuka pintu bagi pihak swasta untuk mengelola perkebunan bekas lahan tanam paksa.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.